Emisi Tinggi, Nikel Indonesia Kalah Saing dengan Negara Lain

Amelia Yesidora
3 April 2024, 20:03
Petugas menunjukkan produk feronikel shot setelah melalui proses peleburan.
PT Antam Tbk
Petugas menunjukkan produk feronikel shot setelah melalui proses peleburan.
Button AI Summarize

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas menyebut nikel Indonesia masih kalah saing dengan yang dihasilkan negara lain. Salah satu penyebabnya adalah emisi nikel Indonesia yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang dihasilkan negara lain.

Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan Bappenas, Nizhar Marizi, mengatakan intensitas emisi nikel Indonesia cukup tinggi yakni 58,6 ton CO2e per ton. Di kancah global, intensitas emisi nikel rata-rata adalah 48 ton CO2e per ton.

“Rata-rata global 10 ton lebih rendah dari yang kita miliki. Jadi ini bisa menurunkan daya saing produk nikel kita karena di semua sektor produksi dan industri sangat melihat jejak karbon dari setiap produk yg diperdagangkan,” kata Nizhar dalam acara Kick Off Penyusunan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu (3/4).

Nizhar kemudian menjelaskan bahwa lebih dari setengah PLTU captive dipakai untuk menggerakkan smelter nikel. PLTU captive ini adalah pembangkit yang dioperasikan oleh perusahaan tertentu untuk menyuplai pasokan listriknya sendiri. 

Ia merinci, 76% dari kapasitas operasional PLTU dipakai untuk industri logam. Ini setara 117 unit PLTU dengan kapasitas 10.821 MW.

Dari angka itu, 67% di antaranya atau sekitar 7.273 MW dipakai untuk menggerakkan smelter nikel. Sisanyak 4% untuk smelter aluminium, sekitar 5% untuk besi dan baja, tembaga, serta pengolahan logam dan pertambangan lainnya

"Nikel ini menjadi salah satu memberi pengaruh siginifikan terhadap emisi di sektor industri logam,” ujar Nizhar.

Dia mengatakan, hal ini disayangkan karena hilirisasi mineral turut menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi.

Peta Jalan Dekarbonisasi Nikel

Oleh sebab itu, Bappenas mulai menggodok peta jalan dekarbonisasi industri nikel. Peta jalan tersebut ditargetkan bisa selesai September 2024 dan diimplementasikan pada Maret 2025.

“Harusnya (selesai) September ya, karena akan dipakai untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional alias RPJMN 2025–2029,” ujar Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan, Nizhar Marizi, dalam acara Kick Off Penyusunan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu (3/4).

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...